Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Sebut Makanan Ultra-Olahan Perlu Label Bahaya Seperti Rokok

Kompas.com - 27/06/2024, 21:00 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Guardian

LONDON, KOMPAS.com - Makanan ultra-olahan dilaporkan telah menggantikan pola makan sehat di seluruh dunia, meskipun semakin banyak bukti risiko yang ditimbulkannya.

Menurut ilmuwan nutrisi, makanan olahan sebaiknya dijual dengan peringatan seperti yang ada pada produk tembakau.

Prof Carlos Monteiro dari Universitas Sao Paulo menyoroti meningkatnya bahaya makanan olahan terhadap anak-anak dan orang dewasa di Kongres Internasional tentang Obesitas minggu ini.

Baca juga: Anak Muda Tak Mau Jadi Petani, Jepang Terancam Kekurangan Makanan

"Makanan ultra-olahan meningkatkan porsi dan dominasi mereka dalam pola makan global, meskipun terdapat risiko yang ditimbulkannya terhadap kesehatan dalam hal peningkatan risiko berbagai penyakit kronis,” kata Monteiro kepada Guardian menjelang konferensi di Sao Paulo. 

“Mereka menggantikan makanan yang lebih sehat di seluruh dunia, dan juga menyebabkan penurunan kualitas makanan karena beberapa sifat berbahayanya. Bersama-sama, makanan-makanan ini mendorong pandemi obesitas dan penyakit kronis terkait pola makan lainnya, seperti diabetes," tambahnya.

Peringatan keras ini muncul di tengah meningkatnya konsumsi global makanan olahan seperti sereal, protein batangan, minuman bersoda, makanan siap saji, dan makanan cepat saji.

Di Inggris dan AS, lebih dari separuh rata-rata pola makan kini terdiri dari makanan ultra-olahan

Bagi sebagian orang, terutama orang-orang yang lebih muda, lebih miskin atau berasal dari daerah tertinggal, pola makan yang mengandung olahan sebanyak 80 persen adalah hal yang biasa.

Pada bulan Februari, tinjauan terbesar di dunia menemukan bahwa makanan ultra-olahan secara langsung terkait dengan 32 efek berbahaya bagi kesehatan, termasuk risiko penyakit jantung, kanker, diabetes tipe 2 yang lebih tinggi, kesehatan mental yang merugikan, dan kematian dini.

Monteiro dan rekan-rekannya pertama kali menggunakan ungkapan "UPF" atau Ultra-Procession Food 15 tahun lalu ketika merancang sistem klasifikasi makanan “Nova”. Hal ini tidak hanya menilai kandungan nutrisi tetapi juga proses yang dialami makanan sebelum dikonsumsi.

Baca juga: [POPULER GLOBAL] Keracunan Makanan di Sekolah Malaysia | Blinken Berterima Kasih ke Prabowo

Sistem ini mengelompokkan makanan dan minuman ke dalam empat kelompok: makanan yang diproses secara minimal, bahan kuliner yang diproses, makanan yang diproses, dan makanan yang diproses secara ultra.

Monteiro mengatakan kepada Guardian bahwa dia sekarang sangat prihatin dengan dampak makanan ultra-olahan terhadap kesehatan manusia sehingga penelitian dan tinjauan tidak lagi cukup untuk memperingatkan masyarakat akan bahaya kesehatan. 

Baca juga: Keracunan Makanan di Sekolah Malaysia, 82 Orang Jadi Korban, 2 Tewas

“Kampanye kesehatan masyarakat diperlukan seperti kampanye melawan tembakau untuk mengekang bahayanya,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-857 Serangan Rusia ke Ukraina: Atlet Judo Rusia Boikot Olimpiade Paris | Zelensky Mohon Dikirim Senjata Lagi

Rangkuman Hari Ke-857 Serangan Rusia ke Ukraina: Atlet Judo Rusia Boikot Olimpiade Paris | Zelensky Mohon Dikirim Senjata Lagi

Global
Nigeria Dilanda Serangkaian Bom Bunuh Diri, 18 Orang Tewas, Pelaku Ada yang Bawa Bayi

Nigeria Dilanda Serangkaian Bom Bunuh Diri, 18 Orang Tewas, Pelaku Ada yang Bawa Bayi

Global
Hamas Sebut Perundingan Gencatan Senjata dengan Israel Tak Temui Kemajuan

Hamas Sebut Perundingan Gencatan Senjata dengan Israel Tak Temui Kemajuan

Global
[UNIK GLOBAL] Pencuri Tinggalkan Nomor HP | Boneka Seks Dilengkapi AI

[UNIK GLOBAL] Pencuri Tinggalkan Nomor HP | Boneka Seks Dilengkapi AI

Global
2 Warga Singapura Dirawat di RS Usai Pakai Krim Pemutih Ketiak dan Pil Pelangsing Ilegal, Ini Mereknya

2 Warga Singapura Dirawat di RS Usai Pakai Krim Pemutih Ketiak dan Pil Pelangsing Ilegal, Ini Mereknya

Global
Iran Keluarkan Peringatan jika Israel Serang Lebanon

Iran Keluarkan Peringatan jika Israel Serang Lebanon

Global
Senegal dan Togo Gelar Tes Covid-19 bagi Semua Jemaah Haji yang Pulang dari Mekkah

Senegal dan Togo Gelar Tes Covid-19 bagi Semua Jemaah Haji yang Pulang dari Mekkah

Global
Rangkuman Hari Ke-856 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Susun Rencana Perdamaian | Putin Wacanakan Produksi Rudal yang Sebelumnya Dilarang

Rangkuman Hari Ke-856 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Susun Rencana Perdamaian | Putin Wacanakan Produksi Rudal yang Sebelumnya Dilarang

Global
Pilpres Iran 2024: Satu-satunya Kandidat Moderat Pimpin Sementara Perolehan Suara

Pilpres Iran 2024: Satu-satunya Kandidat Moderat Pimpin Sementara Perolehan Suara

Global
Jumlah Penonton Debat Biden-Trump Turun Tajam Dibanding Pilpres AS 2020

Jumlah Penonton Debat Biden-Trump Turun Tajam Dibanding Pilpres AS 2020

Global
Apa Jadinya jika Biden Keluar dari Persaingan Pilpres AS 2024?

Apa Jadinya jika Biden Keluar dari Persaingan Pilpres AS 2024?

Global
AS Disebut Sudah Pasok 24.100 Bom dan 3.000 Rudal ke Israel sejak Perang Gaza Pecah

AS Disebut Sudah Pasok 24.100 Bom dan 3.000 Rudal ke Israel sejak Perang Gaza Pecah

Global
Biden Akui Tak Berdebat Sebaik Dulu, tapi Yakin Akan Menang Pilpres AS Lagi

Biden Akui Tak Berdebat Sebaik Dulu, tapi Yakin Akan Menang Pilpres AS Lagi

Global
Penampilan Biden di Debat Perdana Pilpres AS Picu Kepanikan Partai Demokrat

Penampilan Biden di Debat Perdana Pilpres AS Picu Kepanikan Partai Demokrat

Global
[POPULER GLOBAL] Hasil Debat Biden Vs Trump | Melihat Tempat Paling Menakutkan

[POPULER GLOBAL] Hasil Debat Biden Vs Trump | Melihat Tempat Paling Menakutkan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com