KBRI Belanda Mengaku Belum Dapat Laporan Soal Sejarawan Bonnie Triyana Dipolisikan

Kompas.com - 25/01/2022, 20:33 WIB
Mutia Fauzia,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kedutaan Besar Republik Indonesia (RI) di Belanda mengatakan, hingga saat ini belum menerima laporan terkait dengan pelaporan Sejarawan Indonesia, Bonnie Triyana ke pihak kepolisian setempat.

Laporan tersebut dilayangkan oleh Federatie Indische Nederlanders (Federasi Belanda-Indisch - FIN).

Dubes RI di Belanda Mayerfas bahkan mengatakan, pihaknya justru mengetahui berita laporan tersebut dari media massa.

"Kami sudah mengetahui tentang hal ini dari beberapa media dan lain-lain. Namun sampai saat ini belum ada komunikasi resmi dari pihak sini kepada KBRI," kata Mayerfas lewat pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (25/1/2022).

Laporan hukum terhadap Bonnie tersebut dilayangkan lantaran ia memicu kontroversi di dalam opininya mengenai periode “Bersiap”, terminologi Belanda untuk menyebut masa yang dikenal di Indonesia sebagai masa “Agresi Militer”.

Baca juga: Sejarawan Bonnie Triyana Dilaporkan di Belanda karena Artikel Periode “Bersiap”

Mayerfas pun mengatakan, hingga saat ini KBRI di Belanda juga belum menerima informasi mengenai laporan hukum tersebut dari pihak Bonnie Triyana.

Ia mengatakan, selama ini komunikasi antara KBRI dengan pihak Bonnie sebatas terkait dengan persiapan pameran di Rijksmuseum, di mana Bonnie Triyana menjadi kurator.

"Selama ini kita kerjasama dan komunikasi dengan beliau sebagai kurator dalam rangka persiapan pameran di Rijksmuseum. Sampai saat ini tidak ada komunikasi resmi kepada KBRI," kata Mayerfas.

Untuk diketahui, Bonnie adalah satu dari dua kurator tamu dari Indonesia untuk pameran Revolutie! Indonesie onafhankelijk (Revolusi! Kemerdekaan Indonesia) di Rijksmuseum yang rencananya digelar mulai 11 Februari mendatang.

Pameran ini disebut akan menawarkan perspektif internasional atas perjuangan kemerdekaan Indonesia dari Kerajaan Kolonial Belanda selama periode 1945-1949.

Opini Bonnie yang membuatnya dilaporkan kepada pihak berwajib berjudul "Schrap term 'Bersiap' voor periodisering want die is racistisch", yang berarti "Hapus istilah 'Bersiap' dalam periodisasi tersebut karena rasis".

Baca juga: 5 Hal yang Dirindukan Amanda Rawles Syuting Film Merindu Cahaya de Amstel di Belanda

Di Belanda, istilah 'Bersiap' umum dipakai untuk merujuk pada kekerasan anti-kolonial yang dilakukan orang Indonesia dalam rentang waktu antara 1945-1950. Setelah berakhirnya pendudukan Jepang pada 1945, Belanda bersiap menguasai kembali daerah jajahannya dengan mengerahkan ribuan pasukan.

Menurut Bonnie dalam tulisannya, pada awalnya istilah "Bersiap" dipakai para pejuang Indonesia sebagai aba-aba perang untuk menyerang orang-orang Belanda yang baru tiba di Kamp Jepang.

Kalangan sejarawan menyebut ledakan kekerasan lokal ini sebagai revolusi sosial yang bermuatan ketegangan struktural sejak zaman kolonial dan pendudukan Jepang. Alasan yang sama kemudian berlaku untuk kekerasan terhadap warga negara Belanda setelah proklamasi kemerdekaan pada 1945.

Baca juga: Pertempuran Medan Area: Sejarah, Penyebab, Waktu, Terjadi, Tokoh, dan Akhir

Di Indonesia, istilah 'Bersiap' dalam konteks itu justru tidak dikenal. "Jika kita menggunakan istilah 'Bersiap' secara umum untuk kekerasan kepada Belanda selama periode tersebut, hal ini berkonotasi sangat rasis," tulis Bonnie dalam opini tersebut.

Terlebih, lanjut Bonnie, istilah 'Bersiap' selalu menggambarkan orang Indonesia yang primitif dan tidak beradab sebagai pelaku kekerasan—gambaran yang tidak sepenuhnya bebas dari kebencian rasial.

Padahal, akar masalah terletak pada ketidakadilan yang diciptakan kolonialisme, sebut Bonnie, yang membentuk struktur masyarakat hierarkis berbasis rasisme serta menyelimuti eksploitasi daerah jajahannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com