Tradisi tersebut dilanjutkan pada masa kebudayaan Indonesia masa Hindu-Budha yang diwujudkan dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi.
Contoh Candi Dieng di Wonosobo, Candi Gedongsongo di Semarang, Candi Borobudur di Magelang, kompleks Candi Prambanan di Klaten, Candi Ceto dan Candi Sukuh di Karanganyar, kompleks Candi Gunung Penanggungan di Jawa Timur.
Contoh makam Islam berupa bangunan berbentuk gunungan dengan unsur meru adalah makam Sultan Iskandar Tsani di Aceh.
Setelah kebudayan Hindu- Budha mengalami keruntuhan dan tidak lagi ada pendirian bangunan percandian. Meski unsur seni bangunan keagamaan masih diteruskan pada masa tumbuh dan berkembangnya Islam di Indonesia melalui proses akulturasi.
Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa
Makam-makam yang berlokasi di atas bukit, paling atas dan dianggap paling dihormati, contoh Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) di Gunung Sembung dan makam Sultan Agung Hanyokrokusumo di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta.
Makam walisongo dan sultan-sultan pada umumnya ditempatkan dalam bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno dan juga dalam bangunan yang sudah diperbarui.
Cungkup-cungkup yang termasuk kuno antara lain cungkup makam Sunan Giri, Sunan Derajat, dan Sunan Gunung Jati.
Ada juga cungkup yang sudah diperbaiki tetapi masih menunjukkan kekunoannya seperti cungkup makam sultan-sultan Demak, Banten dan Ratu Kalinyamat Jepara.
Baca juga: Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara
Selain bangunan makam, ada tradisi pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam. Beberapa tradisi pemakaman bukan ajaran Islam yang menunjukkan akulturasi adalah: