KOMPAS.com - Dinasti Ayyubiyah atau Bani Ayyubiyah adalah dinasti Muslim Sunni keturunan etnis Kurdi yang pernah berkuasa sejak abad ke-12.
Pada masa jayanya, dinasti yang pusat pemerintahannya berada di Mesir ini pernah menguasai hampir seluruh wilayah Timur Tengah.
Pendiri Dinasti Ayyubiyah adalah Salahuddin Al-Ayubi, yang sebelumnya menjadi wazir (setara perdana menteri) di Mesir, di bawah Dinasti Fatimiyah.
Dinasti Ayyubiyah berkuasa selama kurang lebih satu abad, hingga pertengahan abad ke-13.
Baca juga: Latar Belakang Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Sejarah berdirinya Daulah Ayyubiyah dapat ditelusuri sejak melemahnya Dinasti Fatimiyah (909-1172).
Pada pertengahan abad ke-12, Dinasti Fatimiyah semakin melemah karena beberapa faktor. Salah satunya disebabkan oleh permasalahan internal, khususnya perebutan posisi Wazir.
Wazir adalah seorang penasihat atau menteri berkedudukan tinggi, yang biasanya ditemukan dalam sistem monarki Islam.
Selain itu, serangan pasukan Salib ke Mesir juga menjadi salah satu penyebab melemahnya Dinasti Fatimiyah.
Pada 1164, Salahuddin Al-Ayyubi dan pamannya, Syirkuh, dikirim oleh penguasa Damaskus, Nuruddin Zanki, ke Mesir untuk membantu Fatimiyah melawan serangan pasukan Salib.
Dalam pertempuran itu, pasukan Salahuddin dan Syirkuh berhasil mempertahankan Mesir setelah mengalahkan pasukan Salib.
Menyusul keberhasilan itu, Syirkuh diangkat sebagai wazir (perdana menteri) di Mesir pada 1169. Namun, ia hanya menjabat selama dua bulan karena meninggal.
Baca juga: Dinasti Mamluk, Wangsa yang Didirikan Bangsa Budak
Jabatan Wazir Mesir kemudian digantikan oleh Salahuddin, yang memiliki ambisi menggantikan Islam Syiah (Dinasti Fatimiyah) di Mesir dengan Sunni dan memerangi orang-orang Franka dalam Perang Salib.
Karena posisi Dinasti Fatimiyah semakin lemah, Salahuddin Al-Ayyubi pun mampu menggantikannya dengan Dinasti Ayyubiyah yang didirikannya pada 1171.
Dinasti Ayyubiyah telah mengalami perkembangan pesat sejak didirikan oleh Salahuddin Al-Ayyubi.
Ambisi Salahuddin untuk menggeser aliran Syiah dengan Islam Sunni pun tercapai. Segera setelah berkuasa, ia juga melakukan ekspansi wilayah dengan menguasai Yaman (1174), Suriah (1180-an), bahkan merebut Yerusalem dari Tentara Salib pada 1187.
Tidak berhenti di situ, wilayahnya terus meluas hingga berhasil menguasai Afrika Utara, Nubia Utara, Arab Barat, Syam, Mesopotamia, Palestina, dan Transyordania.
Selain itu, Dinasti Ayyubiah mencapai kemajuan dalam bidang ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesehatan, dan arsitektur.
Baca juga: Revolusi Abbasiyah, Runtuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah
Perang Salib ternyata tidak hanya menyisakan cerita tentang peperangan yang sadis, tetapi juga mampu menguatkan hubungan dagang dengan Eropa.
Sejak awal, Dinasti Ayyubiyah melakukan berbagai tindakan untuk meningkatkan produksi pertaniannya. Pada akhirnya, berbagai jenis tanaman produksinya mampu menyebar ke Eropa.
Industri dan perdagangan Dinasti Ayyubiyah pun menjadi semakin kuat karena ketertarikan bangsa Eropa terhadap barang-barang baru yang ditawarkan pedangang Muslim.
Selain hasil pertanian, berbagai kerajinan tangan seperti kaca, tembikar, dan permadani juga bernilai tinggi di Eropa.
Kemakmuran ekonomi Ayyubiyah masih berlangsung hingga pemerintahan Al-Kamil (1218-1238), yang dikenal sangat memerhatikan kondisi ekonomi negara.
Baca juga: Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Kemajuan pendidikan ditandai dengan dibangunnya beberapa madrasah di Aleppo, Yerussalem, Kairo, dan Iskandariyah.
Meski Dinasti Ayyubiyah menganut teologi Sunni dan bermazhab Syafi'i, pemerintah juga membangun lembaga pendidikan untuk mazhab lain, seperti Hanafi, Hanbali, dan Maliki.
Kesejahteraan guru dan siswa juga diperhatikan oleh pemerintah. Selain dibayar, guru dan siswa diberikan fasilitas tempat tinggal berupa asrama, agar kegiatan belajar mengajar semakin intens.
Kemajuan di bidang kesehatan dibuktikan dengan pembangunan beberapa rumah sakit dan penunjang pelayanan kesehatan di beberapa kota, seperti di Damaskus dan Kairo.
Selain itu, dibangun juga sekolah khusus untuk mencetak tenaga kesehatan.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad
Dari arsitektur, pencapaian terbesar Dinasti Ayyubiyah adalah pembangunan benteng-benteng ditambah dengan sejumlah madrasah Sunni.
Pembangunan yang dilakukan difokuskan di Mesir dan Suriah. Ketika Salahuddin berkuasa, ia membangun tembok kota untuk menutup Kairo.
Pada 1183, Salahuddin juga membangun benteng di Kairo, yang diselesaikan oleh Al-Kamil.
Beberapa bangunan yang pernah didirikan pada masa Dinasti Ayyubiyah adalah Benteng Salahuddin di Kairo (1187), Benteng Aleppo, Madrasah Zahiriya (1219) di Aleppo, Madrasah al-Sahiba di Damaskus (1233), dan Madrasah Al-Salih (1243) di Kairo.
Selain itu Masjid Al-Firdaus di Allepo juga menjadi salah satu bentuk majunya arsitektur Dinasti Ayyubiyah.
Baca juga: Pertempuran Zab, Puncak Pergolakan Revolusi Abbasiyah
Selama berkuasa, Dinasti Ayyubiyah sangat bergantung pada Mamluk (tentara budak) untuk menangani urusan militernya.
Sayangnya, runtuhnya dinasti ini sebagian besar disebabkan oleh para Mamluk dari Turki sendiri.
Runtuhnya Dinasti Ayyubiyah dimulai pada masa pemerintahan Sultan As-Salih (1240-1249). Pada masa ini, para Mamluk telah memegang kendali atas pemerintahan.
Setelah Sultan As-Salih meninggal pada 1249, bangsa Mamluk mengangkat istri mendiang sultan, Syajarat ad-Durr, sebagai pemimpin Ayyubiyah.
Pengangkatan Syjarat ad-Durr menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan berdirinya Dinasti Mamluk (1250-1517).
Kendati demikian, keturunan Ayyubiyah ada yang masih memimpin di daerah hingga 70 tahun kemudian.
Baca juga: Faktor Penyebab Runtuhnya Kekhalifahan Bani Umayyah
Referensi: