KOMPAS.com - Alat bukti pidana diatur dalam Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal tersebut mengatur, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali ada sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Selain itu, alat bukti tersebut juga menimbulkan keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa merupakan pelakunya.
Lantas, apa saja alat bukti dalam hukum pidana?
Alat bukti pidana
Hakim pidana bertugas mencari kebenaran material, yaitu kebenaran sejati atau sesungguhnya.
Untuk mencari kebenaran suatu tindak pidana, perlu alat bukti sebagai bahan pembuktian, serta guna menimbulkan keyakinan hakim.
Pasal 184 KUHAP mengatur lima jenis alat bukti yang sah, antara lain:
Ketentuan minimal dua alat bukti tidak berlaku bagi acara pemeriksaan cepat.
Merujuk penjelasan Pasal 184 KUHAP, dalam pemeriksaan cepat, keyakinan hakim hanya perlu didukung dengan satu alat bukti yang sah.
1. Keterangan saksi
Pasal 1 angka 26 KUHAP mengatur, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, atau alami sendiri.
Sementara itu, keterangan saksi menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP adalah:
"Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan-alasan dari pengetahuannya itu."
2. Keterangan ahli
Menurut Ali Imron dkk dalam Hukum Pembuktian (2019), keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti prioritas selain saksi, untuk menggali suatu kebenaran material.
Pengertian keterangan ahli tercantum dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP, yakni:
"Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan."
Adapun menurut Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli merupakan apa yang seorang ahli nyatakan di dalam persidangan.
3. Surat
Merujuk Pasal 187 KUHAP, alat bukti surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
Beberapa bentuk alat bukti surat antara lain:
4. Petunjuk
Menurut Pasal 188 ayat (1) KUHAP, petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena kesesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Petunjuk hanya dapat diperoleh dari alat bukti keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
Adapun penilaian atas kekuatan pembuktian suatu petunjuk, dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan secara cermat dan saksama berdasarkan hati nurani.
5. Keterangan terdakwa
Pengertian keterangan terdakwa dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP, yakni:
"Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri."
Menurut Pasal 189 ayat (2) KUHAP, keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang.
Dengan syarat, keterangan tersebut didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal atau perkara yang didakwakan kepadanya.
Selanjutnya dalam ayat (3) dijelaskan, keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
Adapun menurut Pasal 189 ayat (4), keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan apakah dirinya bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan padanya.
Untuk itu, perlu ada alat bukti yang lain guna membuktikan bersalah atau tidaknya terdakwa.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/29/063000765/alat-bukti-pidana