Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Asing Soroti Lonjakan Kasus Covid-19 di Indonesia, Apa Kata Mereka?

Kompas.com - 19/06/2021, 17:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, Indonesia mengalami lonjakan kasus Covid-19. Sebanyak 12.990 kasus dilaporkan pada Jumat (18/6/2021), tertinggi sejak 22 Februari 2021.

Selain meluasnya penyebaran virus corona varian Delta, lonjakan kasus kali ini disebut akibat rendahnya kedisiplinan warga dalam menaati protokol kesehtan.

Sejumlah media asing pun menyoroti lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.

Baca juga: Kemenkes: 148 Kasus Covid-19 Varian Alpha, Beta, dan Delta Terdeteksi di 12 Provinsi

Varian Delta dan lonjakan kasus Covid-19

Satu di antaranya adalah Wall Street Journal (WSJ) dengan artikel berjudul "Rising Covid-19 Cases Threaten Indonesia With a Deadly Surge, Dominated by the Delta Variant" yang tayang pada Jumat (18/6/2021).

Media tersebut menyoroti kapasitas yang terbatas untuk melacak penyebaran varian Delta, sehingga kesulitan mengukur seberapa luas varian itu menyebar.

Jika lonjakan terus meningkat, sistem perawatan kesehatan masyarakat dikhawatirkan akan kebanjiran pasien.

Pekan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan adanya peningkatan penularan kasus Covid-19 di Indonesia dan kekhawatiran akan penyebaran varian.

WHO mendesak agar pemerintah melakukan tindakan tegas untuk mengatasi situasi tersebut, termasuk pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Tingkat vaksinasi disebut rendah

WSJ juga menyinggung rendahnya tingkat vaksinasi di negara berpenduduk 270 juta jiwa ini.

"Kurang dari 5 persen orang Indonesia divaksinasi lengkap, terutama dengan suntikan yang dikembangkan oleh perusahaan China Sinovac Biotech Ltd," tulis media itu.

Media yang berbasis di AS itu juga menyoroti kasus Covid-19 di Jakarta, Kudus, dan Bangkalan.

Bahkan adanya klaster keluarga dan infeksi yang kini banyak menyasar anak muda, serta kondisi pasien yang memburuk dengan cepat di Indonesia, mirip hasil pengamatan yang dilakukan di kota-kota India.

Disebutkan bahwa Covid-19 melanda rumah tangga di India dan mengakibatkan penyakit yang lebih parah pada pasien di bawah 50 tahun dibandingkan dengan gelombang sebelumnya di negara itu.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran global tentang potensi bahaya varian Delta.

Baca juga: Waspadai Gejala Baru Covid-19, Mirip Flu Musiman

Peringatan ahli atas lonjakan kasus: akan sangat buruk

Selain WSJ, media asing lain yang menyoroti lonjakan kasus virus corona di Indonesia adalah Aljazeera.

Dalam artikelnya berjudul "It will get very bad: Experts warn on Indonesia COVID surge", Aljazeera menyinggung faktor lain yang menjadi pemicu lonjakan kasus belakangan.

Para ahli yang diwawancarai Aljazeera mengatakan, lonjakan tersebut merupakan hasil dari mudik Lebaran, tidak adanya kebijakan kesehatan yang kohesif, pengujian dan pelacakan yang tidak efektif, serta pesan pemerintah yang membingungkan.

Meski perjalanan dibatasi di bandara domestik dan terminal ferri dari 22 April hingga 24 Mei, pemerintah memperkirakan antara lima dan enam juta orang masih berpindah antar kota di dua pulau Jawa dan Sumatera.

Ahli biologi molekuler Ahmad Utomo mengatakan, varian Delta hanya digunakan untuk mengaburkan manajemen pandemi yang salah.

"Saya sangat setuju dengan itu. Apapun variannya, butuh aktivitas manusia untuk mereplikasi," kata Utomo.

"Tapi varian Delta itu seperti mobil sport yang bisa berjalan dengan cepat. Namun, mobil sport hanya bisa melaju cepat di jalan yang Anda izinkan. Anda harus mengatasi mobilitas manusia untuk memperlambatnya," sambung dia.

Baca juga: Tips Isolasi Mandiri di Tengah Puncak Pandemi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com