KOMPAS.com - Kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sampai menembus Rp 16.400 santer terdengar beberapa waktu terakhir.
Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran, apakah kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja?
Dikutip dari data Google Finance, per Selasa (18/6/2024), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berada di angka Rp 16.410.
Di sisi lain, badai PHK di sektor industri tekstil marak terjadi. Diberitakan Kompas.com Kamis (13/6/2024), Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) melaporkan sebanyak 13.800 pekerja pabrik tekstil terkena PHK sejak awal 2024.
“Sedikitnya ada enam perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tutup dan empat lakukan efisiensi PHK, total pekerja ter-PHK sekitar 13.800-an pekerja," kata Kepala KPSN Ristadi.
PHK tak hanya melanda industri tekstil. Baru-baru ini marketplace Tokopedia juga melakukan efisiensi pekerja dengan klaim restrukturisasi setelah bergabung dengan TikTok Shop (ShopTokopedia).
"Kami harus melakukan penyesuaian yang diperlukan pada struktur organisasi sebagai bagian dari strategi perusahaan agar dapat terus tumbuh," ungkap Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan ShopTokopedia, Nuraini Razak, dilansir dari Kompas.com (14/6/2024).
Beberapa peristiwa tersebut terjadi dalam waktu yang berdekatan dan memunculkan kekhawatirkan di benak publik.
Lantas, bagaimana kondisi ekonomi Indonesia di mata sejumlah pakar ekonomi?
Baca juga: Rupiah Tembus Angka Rp 16.400 per Dollar AS, Ini Penyebab dan Bahaya yang Mengintai
Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menyebutkan, ekonomi Indonesia saat ini masih berada di level bertahan (survive).
Ia menepis anggapan ekonomi Indonesia sedang terpuruk. Sebab, untuk menilai kualitas ekonomi suatu negara tidak cukup hanya melihat indikator pelemahan nilai tukar mata uang dan PHK massal.
“Apakah (ekonomi kita) benar-benar sakit? Secara indikator makro tidak juga. Pertumbuhan ekonomi tidak istimewa, tapi tidak buruk. Masih survive,” ungkap dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/6/2024).
Lebih lanjut Eddy menjelaskan, beberapa indikator untuk menakar kondisi perekonomian dalam negeri, di antaranya tingkat inflasi, suku bunga, dan cadangan devisa negara.
Berdasarkan data yang ada saat ini, menurut Eddy, tingkat inflasi di Indonesia tidak seburuk negara lain.
Begitupun dengan selisih tingkat acuan suku bunga Indonesia dengan Amerika Serikat yang tidak terlalu besar.