Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDNS Diserang Ransomware, Ahli: Kita Butuh Pemimpin yang Mengerti Ancaman Siber

Kompas.com - 27/06/2024, 17:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Chairman Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha mengatakan, serangan ransomware yang menyasar Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) harus menjadi perhatian serius.

Menurutnya, keamanan siber saat ini harus menjadi prioritas utama negara.

"Cyber security itu jangan jadikan nomor tujuh, jadikan cyber security is proiority, karena semuanya digital, semua terkoneksi internet," kata Pratama dalam Program SATU MEJA, Rabu (26/6/2024).

Ia menegaskan, keamanan siber merupakan gerbang utama dan terdepan untuk menahan serangan dari luar.

Baca juga: 6 Fakta Gangguan Pusat Data Nasional, Pelaku Minta Tebusan 8 Juta Dollar AS

Karena itu, perlu memiliki pemimpin yang memahami dan sadar akan ancaman siber tersebut.

"Kita butuh pemimpin-pemimpin yang mengerti masalah transformasi digital, mengerti masalah ancaman sibe ini," ujarnya.

"Sehingga mereka tahu bahwa ketika sistem ada ancaman, bisa mengamankannya. Kalau sistem kita aman, otomatis kita akan sedikit lebih santai, bahwa kita bisa menyelesaikan masalah dengan baik, tanpa takut ada ancaman," sambungnya.

Baca juga: Ransomware Serang Pusat Data Nasional Berhari-hari, Pakar Keamanan Siber: Data Kemungkinan Diambil

Data tak bisa dipulihkan

Untuk diketahui, sejumlah data milik kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang terdampak serangan siber di Pusat Data Nasional (PDN) dipastikan tidak dapat dipulihkan.

Direktur Network dan IT Solution Telkom Herlan Wijanarko mengatakan, pihaknya telah berupaya menangani peretasan PDN, termasuk upaya untuk memulihkan data yang terdampak serangan siber Ransomware yang terjadi pada Kamis (20/6/2024).

Kendati demikian, tim dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri, dan Telkom mengaku gagal untuk memulihkan data-data yang diretas tersebut.

“Kita berupaya keras melakukan recovery resource yang kita miliki. Namun yang jelas, data yang sudah kena ransomware sudah tidak bisa kita recovery. Jadi sekarang menggunakan sumber daya yang masih kita miliki,” ujar Herlan dikutip dari Kompas.com, Rabu (26/6/2024).

Baca juga: Gangguan Sistem PDN Berimbas pada Layanan Imigrasi, Menkominfo: Pemulihan Bertahap

Data sudah dikunci

Herlan menegaskan, data-data yang dikunci oleh peretas tersebut masih tetap berada di dalam server PDN dan tidak berpindah ke lokasi lain.

Ia juga memastikan, peretas tidak dapat mengeluarkan atau mengambil data di PDN tersebut. Sebab, sistem PDN sudah diisolasi dan tidak bisa diakses dari luar.

Atas dasar itu, ia meyakini bahwa data-data milik kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang diretas tidak akan bocor dan tersebar.

“Audit sementara yang dilakukan BSSN, data itu hanya di-encrypt, terenkripsi tapi di tempat. Sekarang sistem PDN sudah kita isolasi, tidak ada yang bisa mengakses, kita putus akses dari luar,” kata Herlan dikutip dari Kompas.com, Kamis (27/6/2024).

Pemerintah juga menolak membayar uang tebusan senilai 8 juta dollar AS atau sekitar Rp 131 miliar yang diminta peretas untuk mengambil kembali data itu.

(Sumber: Kompas.com/Tria Sutrisna | Editor: Ihsanuddin, Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Simak, Ini Daftar Ponsel yang Tak Lagi Bisa Pakai WhatsApp 2024

Simak, Ini Daftar Ponsel yang Tak Lagi Bisa Pakai WhatsApp 2024

Tren
Terakhir Hari Ini, Berikut Cara Cek Status Pemadanan NIK-NPWP Pakai Nomor KTP

Terakhir Hari Ini, Berikut Cara Cek Status Pemadanan NIK-NPWP Pakai Nomor KTP

Tren
Resmi, Inilah Daftar Pinjol Legal dan Ilegal yang Berlaku Juli 2024

Resmi, Inilah Daftar Pinjol Legal dan Ilegal yang Berlaku Juli 2024

Tren
Cara Beli dan Harga Tiket Masuk Taman Mini Indonesia Indah 2024

Cara Beli dan Harga Tiket Masuk Taman Mini Indonesia Indah 2024

Tren
Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 30 Juni-1 Juli 2024

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 30 Juni-1 Juli 2024

Tren
[POPULER TREN] Shin Tae-yong Jadi Salah Satu Pelatih Timnas Terlama | Ransonware WannaCry Pernah Serang 150 Negara 7 Tahun Lalu

[POPULER TREN] Shin Tae-yong Jadi Salah Satu Pelatih Timnas Terlama | Ransonware WannaCry Pernah Serang 150 Negara 7 Tahun Lalu

Tren
Resmi, Ini Harga Elpiji dan Tarif Listrik mulai 1 Juli 2024

Resmi, Ini Harga Elpiji dan Tarif Listrik mulai 1 Juli 2024

Tren
Bisakah Wajib Pajak Memadankan NIK dan NPWP Setelah 30 Juni 2024?

Bisakah Wajib Pajak Memadankan NIK dan NPWP Setelah 30 Juni 2024?

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia jika Ingin Lolos ke Piala Dunia 2026

3 Skenario Timnas Indonesia jika Ingin Lolos ke Piala Dunia 2026

Tren
Resmi, Ini Rincian Tarif Listrik yang Berlaku per 1 Juli 2024

Resmi, Ini Rincian Tarif Listrik yang Berlaku per 1 Juli 2024

Tren
Anak 6 Tahun di Bekasi Terperosok Selokan, Ditemukan 1,5 Km dari TKP

Anak 6 Tahun di Bekasi Terperosok Selokan, Ditemukan 1,5 Km dari TKP

Tren
BMKG Ungkap Cuaca Perkotaan Makin Panas karena 'Urban Heat Island', Apa Itu?

BMKG Ungkap Cuaca Perkotaan Makin Panas karena "Urban Heat Island", Apa Itu?

Tren
Daftar 28 Pj Gubernur Terbaru Jelang Pilkada 2024, Siapa Saja?

Daftar 28 Pj Gubernur Terbaru Jelang Pilkada 2024, Siapa Saja?

Tren
SYL Dituntut 12 Tahun Penjara, Ini Hasil Pemerasan dan Alokasi Dananya

SYL Dituntut 12 Tahun Penjara, Ini Hasil Pemerasan dan Alokasi Dananya

Tren
Pria Meninggal di Flyover Cimindi Bandung, Sempat Curhat Dibully dan Tak Punya Teman

Pria Meninggal di Flyover Cimindi Bandung, Sempat Curhat Dibully dan Tak Punya Teman

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com